Selasa, 04 Maret 2014

SF 1 “What Wrong?” bag.2



SF 1 “What Wrong?” bag.2

♥♥ 자수라 ♥♥

Wokeh,, karena saya ini baik hati #mumpung ramadhan.,, wakakak,,, saya lanjutin dah nih SF gaje,, muehehehe,, yo wes silahkan baca,, nyambung apa kagaknya pikir aje sendiri #duaak  -_-“ hmm maaf yak jdi pake nama saya di sini,, kalo gak terima ganti aja jdi nama kalian sendiri,, muehehehe,, oh ya,,, gak jamin bagus ya,, hohoho,, oh iya ini Short Fiction ato SF ya bukan FanFiction ao FF loh,, jadi pendek ceritanya gak kayak FF yang sampe bejibun partnya,, kekeke~

°°°° ♥♥ 자수라 ♥♥ °°°°

°
°
°
“WHAT WRONG?”
°
°
°

Angin semilir kembali berhembus kearah barat, membawa kelopak mawar putih bersamanya. Hingga jatuh di tempat yang tak terduga. Gumpalan awan putih yang penuh dengan mawar merah. Bunyi gemerisik lonceng terdengar samar-samar.

Sosok berbaju serba putih itu merunduk, memungut kelopak mawar yang  jatuh tepat di ujung sepatunya. Wajahnya yang bersinar kini bertambah bersinar dengan senyum angelic yang melekat di bibirnya. Sejurus kemudian ia menatap lurus kedepan seolah melihat apa yang tengah ia pikirkan itu nyata.

“Ku harap kau bisa menepati janjimu.” Ia tersenyum dengan masih memandangi kelopak mawar itu ditangannya. Setelahnya terdengar helaan nafas kasar dari bibirnya. “Dan tak menyiakan waktu yg kuberikan”

Kemudian di tiupnya kelopak mawar yang masih berada di genggamannya. Detik berikutnya kelopak mawar itu berubah menjadi serpihan debu-debu halus yang bersinar hingga menghilang di bawa angin.

“Chagi-ya, apa kau tak merasa kedinginan dengan baju tipis ini hmm?” ucap Luhan yang masih setia memeluk yeoja-nya.

Yeoja itu tersenyum mendengar panggilan yang di ucapkan Luhan padanya, masih sama seperti dulu. Dulu, 7 tahun yang lalu Luhan selalu mengagilnya dengan sebutan itu.

“Anni oppa, aku sudah cukup hangat dengan pelukanmu”

Luhan tersenyum, pandangannya beralih keluar gedung tua itu. Nampak di luar sana daun-daun kering berjatuhan dari pohonnya. Malam makin kelam, beberapa bintang nampak berkelip di atas sana. Entah apa yang membuat Luhan kembali murung setelah ia melihat bintang-bintang di atas sana.

“Chagiya~” panggilnya pelan seraya melepas pelukannya.

“Nde oppa, waeyo?”

Luhan menangkup wajah yeoja itu dan memandangnya intens. Dengan sorot mata yang menyiratkan ketidakrelaan. Entahlah apa yang membuatnya tak rela saat menatap manik kelam milik ‘kekasihnya’ itu. Merasa di tatap dengan pandangan seperti itu yeoja itu menyuntuh tangan Luhan yang berada di pipinya.

“Wae? Kenapa kau memandangku seperti itu?”

“Ku mohon berjanjilah padaku”Luhan berujar begitu lirih.

Matanya memanas, sungguh demi Tuhan. Hanya karena yeoja ini namja setegar Luhan rela membuang-buang air matanya. Mungkin benar kata orang jika hidup akan terasa hampa tanpa adanya cinta.Ketika kau telah mendapatkan cinta sejatimu dan dia hilang begitu saja karena ulahmu. Maka hidupmu yang semula begitu berwana akan menjadi begitu kelam, laksana tinta hitam yang tumpah pada kertas berwarna.

Semilir angin yang berhembus lewat jendela menerbangkan helaian rambut Luhan yang tak beraturan. Yeoja itu tersenyum dan menggenggam tangan Luhan begitu erat. Seolah tak ada waktu lagi tuk menggapainya selain saat ini.

“Akan ku berikan segalanya untukmu oppa~”

“LUHAN!”

suara gebrakan pintu terdengar nyaring dan menggema berinringan dengan lantangnya teriakan seseorang dari luar sana. Matanya berkilat tajam, menusuk lebih dalam dari pandangan keterkejutan Luhan. Langkah kakinya begitu menggema dalam gedung itu. Suasana dingin yang sempat menghangat kini nampak terasa lebih beku di banding sebelumnya.

“H-hyung?”

Luhan tergagap, ia menunduk untuk memandang mata indah milik yeoja yang masih dalam dekapannya. Yeoja itu hanya tersenyum, entah apa maksud dari senyumnya itu. Setelahnya ia mengangguk pelan, membuat kedua alis luhan bertaut heran.

Apa? Apa yang membuat yeoja itu tersenyum dan mengangguk? Luhan hanya diam tak bersuara walau ia mendengar namanay di panggil begitu nyaring di sebelahnya. Hyungnya, Kris Wu. Satu-satunya saudara Luhan yang masih begitu peduli dengannya.

Kris mennepuk keras bahu Luhan. Membuat Luhan menegakkan kepalanya, menatap hyungnya dengan pandangan memelas. Memohon sesuatu yang di nilainya benar. Kris menggeleng dan menghembuskan nafas kesal saat Luhan kemablai menunduk.

“Hyung ku mohon mengertilah. Dia ada di sini hyung tidakkah kau melihatnya?” tanya Luhan sambil membelai lembut rambut yeoja di depannya.

Makin lama Luhan tangannya yang mengelus rambut itu terasa hampa. Sosok yeoja itu perlahan mundur dan mengabur. Seolah terbawa buaian angin yang menjadikannya kapas-kapas putih yang berterbangan.

“Oppa~ ku mohon lupakanlah aku. Jalani kehidupan barumu tanpaku, aku tak ingin kau terus di bayangi olah masa lalu. Selamat tinggal oppa~ aku akan bahagia jika kau bahagia. Aku mencintaimu sampai kapan pun oppa~.” Yeoja itu berujar lirih bersama hembusan angin dan dedaunan yang menyapu habis bayangnya dalam kapas-kapas putih itu.

Luhan terpaku menatap kepergiannya. Kekasih yang begitu ia cintai, kekasih yang selalu ia tunggui di malam-malam sebelumnya. Di depan piano yang selalu menjadi saksi kisah mereka, Luhan selalu menungguinya di sana. Hingga hari ini telah tiba. Di mana ia bisa bertemu muka lagi dengan kekasihnya.

“Andwe~” lirihnya.

Air matanya sudah menganak sungai, membuat pandangannya mengabur. Ia merunduk dalam, kedua tangannya mengepal erat. Hempasan tangan itu terdengar sedikit menggema saat bersentuhan dengan lantai kramik tempatnya bersimpuh.

“Wae?WAEYO? KENAPA KAU TEGA HAH?”Teriaknya.

Luhan menangis meraung-raung, dengan gumaman penyesalan dan ketidak mengertianya ia kenapa kekasihnya harus pergi lagi sesaat mereka baru saja bertemu. Kris hanya bisa menatap iba adiknya, setets air mata jatuh dari mata hazelnya. Ia sedih, sungguh. Kakak mana yang tega melihat keluarga satu-satunya yang dimiliki mengalami situasi yang sesulit ini. Kris menyesal.

Ya, nampaknya ia merutuki dirinya dimasa lalu. Dulu dirinyalah yang memperkenalkan yeoja itu pada Luhan hingga keduanya menjadi sepasang kekasih juga karena Kris. Tapi ia sadar tak seharusnya ia merasa menjadi dalang dari semua ini. Toh Tuhan sudah punya jalan takdirnya sendiri untuk tiap makhluk yang di ciptakannya. Tapi ia tak menyangka akan menjadi seperti ini.

Sampai sekarang ini, ia sudah berusaha sangat keras untuk menyadarkan Luhan. Untuk menjadikan Luhan yang dulu.

Ting
Ting
Ting

Dentingan suara piano kembali terdengar dari tengah ruangan. Baik Luhan maupun Kris sama-sama menoleh kearah sumber suara. Keduanya sama-sama membelalak dengan apa yang ia lihat. Sesok yeoja bergaun putih panjang dengan rangakaian bunga dikepalanya tengah duduk membelakangi keduanya dengan jamari lihainya menekan tuts tuts piano itu.

“Sora?” panggil Kris tak percaya. Nafas Luhan tercekat, ia tak bisa berujar sepatah katapun, tak bisa bergerak barang sedikit. Tubuhnya kaku. Matanya  menatap lurus pada punggung yeoja itu.

Yeoja itu menoleh dan tersenyum kepada mereka berdua. Kemudian ia berdiri seiring dengan datangnya burung merpati putih yang bertengger di atas kop piano usang itu. Di paruhnya terdapat setanngkai bunga mawar merah segar.

Yeoja itu-Sora- berjalan pelan mendekati Luhan yang masih bersimpuh dengan tubuh kakunya. Pandangan matanya tak lepas dari mata Sora. Sora merunduk di depan Luhan, ia kemabali tersenyum dan menyentuh kedua bahu Luhan dengan lembut.

“Oppa~, ini aku Sora. Aku datang kesini untukmu oppa” ujarnya terdengar seperti syair lagu yang datang dari surga untuk Luhan.

“Sora? Benarkah ini kau? La---..“ Telunjuk yeoja itu berada di atas bibir Luhan masih dengan senyum di bibirnya. Ia membawa Luhan untu berdiri dan memeluk namja itu begitu erat.

“Ne, oppa itu memang aku. Aku datang padamu oppa. Ada sesuatu yang membuatku kembali.” Ia melepaskan pelukannya pada Luhan yang masih linglung tak merespon.

Kedua tangan mungilnya menangkup wajah Luhan yang masih lembab, dan mengusapnya perlahan.

“Apa yang membuatmu menangis oppa? Apa karena aku?” tanyanya lembut.

Luhan menggenggam tangan Sora yang ada dipipinya dan menggeleng.

“Anniya. Bukan karenamu aku menangis, tapi karena diriku sendiri. Sora kau tau? Rasa bersalah itu yang selalu membuatku memikirkanmu.” Suara parau Luhan akhirnya terdengar setalah beberapa saat hanya kesunyian dan suara dedaunan yang saling bergesekan yang terdengar.

Kris yang sedari tadi diam, mengernyitkan kedua alisnya.

‘Rasa bersalah? Rasa bersalah apa? Apakah Luhan pernah melakukan kesalahan besar hingga ia tak bisa merelakan kepergian Sora?’ batin Kris. Matanya masih setia mengamati gerak-gerik dua insan berbeda dunia itu.

Sora melepaskan tangannya dari genggaman Luhan dan berjalan kearah burung merpati putih itu bertengger. Tangannya meraih setangkai bunga mawar dari paruh si merpati. Diamatinya mawar di tangannya itu dengan ragu dan senyum pedihnya kembali terukir.

“Kau tak perlu merisaukan masalah itu lagi oppa. Lagi pula itu sudah berlalu sangat lama dan juga aku telah memaafkanmu.” Ujarnya tanpa membalik tubuhnya mengahadap Luhan maupun Kris.

Entahlah apa yang menyuntuh wajah Luhan dan Kris. Keduanya merasa ada sesuatu yang lembut menyentuh wajah keduanya. Tak bisa dinggenggam dan lihat hanay bisa di rasakan, layaknya angin yang berhembus hanay saja ini sedikit berbeda. Entahlah.

Yeoja itu berbalik dan mendekati Luhan, masih dengan setangkai mawar di tangannya. Di taruhnya mawar itu di saku kemeja Luhan yang telah lusuh. Telapak tangan kanannya menyentuh dada kiri Luhan. Ia mendongak menatap Luhan penuh kelembutan dan tersenyum. Ingin rasanay Luhan berteriak sekencang-kencangnya melihat ‘kekasih’ tercintanya ini ‘masih’ begitu baik pada dirinya yang dirasa begitu naif dan munafik.

“Mawar ini” tangannya menyentuh kelopak mawar yang berada di saku Luhan dengan halus.

“Sebagai tanda bahwa aku memaafkanmu. Dan di sini” tangannya beralih menyentuh dada kiri Luhan tepat di jantungnya.

“Adalah bukti dan tanda cintaku padamu. Tak ada yang perlu di permasalahkan oppa. Sungguh, demi Tuhan. Aku mencintaimu selamanya Luhan.”

Luhan terenyuh, hatinya ngila mendengar deretan kaliamat yang keluar dari bibir mungil Sora. Di peluknya dengan erat yeoja itu, berusaha menyalurkan perasaan yang saat ini ia rasakan. Perasaan yang meletup-letup dalam dirinya.

“Gumawo.Gumawo.Gumawo”  gumamnya berulang-ulang.

“Mulai saat ini kembali lah menjadi Luhanku yang dulu. Hiduplah bahagia dengan diriku dalam tubuhmu, aku selalu hidup untukmu Luhan. Jangan kau siakan pengorbananku, ku mohon berbahagilah.Karena tiap detak jantungku ada apamu Luhan.” ia menangis dalam bahagia.

Sora sungguh menginginkan Luhan hidup dengan bahagia tanpa di bayangi oleh perasaan bersalah padanya. Luhan melepaskan pelukannya, dan mensejajarkan tubuhnya dengan Sora. Dikecupnya kening yeoja itu dalam dan lama. Setelahnya mereka saling melempar senyum satu sama lain.

 Bunyi gemerisik lonceng yang saling bersautan terdengar begitu nyaring dan asing di telinga Luhan. Angin terasa begitu kencang menerpa tubuhnya.

“Oppa, Luhan oppa. Kini sudah tiba saatnya untukku. Terima kasih atas cinta dan kasihmu selama ini. Berbahagialah. Jalan takdirmu yang di berikan Tuhan masih panjang. Selamat tinggal Luhan oppa dan Kris oppa. Doaku selalu menyertai perjalanan kalian. Sarangheo Luhan oppa”

Dengan itu, tubuh berbalut gaun putih panjang itu menghilang dengan cahaya yang menyelubungi tubuhnya. Angin berhembus begitu kencang hingga dedaunan di sekitar merka berterbanagn bersama debu-debu. Membuat Luhan maupun Kris harus bertahan di tempat meraka berdiri sekuat tenaga.

Gerbang setinggi pencakar langit itu terbuka dengan parlahan, menampakkan sosok yeoja yang baru saja menginjakkan kakinya di sana. Ia di sambut oleh seseorang di depan sana. Suara lonceng-lonceng itu kian menghilang dengan langkah kecilnya yang semakin jauh melangkah. Mendekati seorang namja yang sudah menunggunya.

“Aku percaya padamu Sora” ujar namja itu dengan senyum angelic di bibirnya. Yeoja yang di panggil Sora itu hanya tersenyum dan menatap lurus kedepan sana.

“Tentu saja” ujarnya singkat.

Keduanya melangkah beriringan dan menghilang di balik kemilau asap putih dan biru yang menguar. Suara derit gerbang yang tertutup seolah tak terdengar, hanya hamburan mawar putih yang tersisa.

Matahari mulai bersinar, hawa hangat telah menyapa permukaan bumi. Sekuntum mawar putih yang tengah kuncup baru saja mekar dengan mahkota kebanggaannya. Mawar putih di jendela kamar Sora.


°
°
°

FIN

Muahahaha xD gajekan ya,, hehehe mumoung lagi ada mood bikin FF yah meskipun saya telah mengalami kerugian yang tidak bisa di bilang sedikit*gaknyambung -_-“..hmm wokeh atur nuhun yang udah RCL SF ini ye,, mukekeke~,, saya mau bagi-bagi berkah ramadhan dengan kasih kecup kalian atu-atu ahahahah,, udah ah,, MARHABAN YA RAMADHAN !!! MOHON MAAF LAHIR BATIN LOH :D



Wokeh salam cinta dari saya*muaahhh ^^

♥♥ 자수라 ♥♥


Tidak ada komentar:

Posting Komentar