LAPORAN PRAKTIKUM III
ZOOLOGI INVERTEBRATA
( ABKC 2201 )
PLATYHELMINTHES
DOSEN PENGASUH :
Drs. Bunda Halang, MT
Mahrudin, S.Pd, M.Pd
Maulana Khalid Riefani, S.Si, M.Sc
Mahrudin, S.Pd, M.Pd
Maulana Khalid Riefani, S.Si, M.Sc
Asisten Dosen :
M. Lutvi Ansari
Nur Izzatil Afifah
OLEH :
Refiana Okta Soradika
(A1C213045)
Kelompok IVA
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN IPA
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
MARET
2014
PRAKTIKUM III
Topik : Platyhelminthes
Tujuan : 1. Mengetahui
ciri morfologi dari filum Platyhelmintes.
2.
Mengamati cara gerak/jarak tempuh Platyhelminthes (Planaria)
3.
Mengamati cara makan Planaria
4.
Mengamati bagian-bagian tubuh/ciri pokok morfologi
dari Fasciola hepatica.
Hari/ tanggal : Kamis / 13 Maret 2014
Tempat :
Laboratorium Biologi PMIPA FKIP UNLAM Banjarmasin
I. ALAT DAN BAHAN
Alat :
A.
Mikroskiop
B.
Kaca benda
C.
Kaca penutup
D. Kertas milimeter
Bahan :
Preparat/awetan Planaria dan Fasciola
hepatica.
II.
CARA KERJA
Cara mendapatkan Planaria : habitat di perairan sungai,
danau yang jernih, aliran air tidak terlalu deras dan dangkal. Berikan potongan
daging/cacing tanah kecil pada sela-sela batu dan tidak terbawa aliran air,
tunggu beberapa saat.
A. Planaria
1.
Amati
Planaria yang diletakkan pada cawan petri, yang telah diberi sedikit air dengan
menggunakan loupe, gambarlah morfologi hewan tersebut dan amati bagaimana cara
geraknya.
2.
Letakkan
kertas milimeter di bawah cawan petri, catat waktu yang diperlukan untuk
bergerak/berjalan dalam jarak 1 cm.
B. Fasciola hepatica
Meletakkan preparat /awetan Fasciola
hepatica, mengamati di bawah mikroskop struktur anatomi dari Fasciola hepatica,
bagian mulut (anterior), system pencernaan, saraf, kelenjar vitellin, organ
reproduksi dan menggambarkan serta memberi keterangan.
III.
TEORI DASAR
Platyhelminthes
berasal dari kata Yunani : platy + helmintes ; platy = pipih, helmintes =
cacing. Bila dibandingkan dengan Porifera dan Coelenterata, maka kedudukan
Phylum Platyhelminthes adalah lebih tinggi setingkat. Hal itu dapat dilhat
dengan ciri-ciri yang dimiliki, sebagai berikut: tubuh bilateral simetris
(pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki
bentukan seperti mata, mempunyai auricle, arah tubuh sudah jelas, yaitu
mempunyai arah anterior – posterior dan arah dorsal – ventral, bersifat triploblastik,
sebab dinding tubuhnya sudah tersusun atas tiga lapisan, yaitu lapisan
ektodermis, mesodermis, dan lapisan endodermis, sudah mempunyai sistem
syaraf yang bersistem tangga tali, yang
terdiri dari sepasang ganglia yang membesar di bagian anterior dan sepasang atau lebih syaraf yang membentang
dari arah anterior ke posterior, tubuhnya sudah dilengkapi dengan gonad yang
telah mempunyai saluran tetap dan juga alat kopulasi yang khusus.
Tetapi hewan ini masih tetap tergolong hewan
tingkat rendah, mengingat tubuh tidak mempunyai rongga tubuh yang sebenarnya
(coelom), saluran pencernaan makanan belum sempurna, bahkan ada sebagian anggota yang tidak bersaluran pencernaan, alat kelaminnya masih belum
terpisah ( hermafrodit ).
Platyhelminthes
terdiri atas 3 kelas yaitu : Tubelaria, Trematoda, dan Cestoda. Planaria
merupakan contoh dari kelas Trematoda. Planaria ini memiliki tubuh yang pipih,
hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian ventral, memiliki bentukan
seperti mata, dan mempunyai auricle. Hewan ini tidak memiliki anus, mempunyai daya regenerasi yang sangat baik.
Sedangkan pada Fasciola hepatica juga
memiliki tubuh yang pipih, tidak bersegmen, pada bagian mulut terdapat pengisap
dan kadang-kadang mempunyai kait-kait, dan biasanya hewan ini hermafrodit.
Anggota
dari Phylum ini yang telah dikenal meliputi 10.000 hingga 15.000 spesies. Dari
sekian itu berdasarkan sifat-sifat khusus hewan dewasa, maka Phylum
Platyhelminthes dapat dibagi menjadi tiga kelas, yaitu : kelas Turbelaria,
kelas Trematoda dan kelas Cestoda.
1. Kelas Turbellaria (cacing pipih berambut getar)
Permukaan tubuhnya
bersilia, dan ditutupi oleh epidermis yang bersintium, hampir semua anggota
kelas ini hidupnya bebas, hanya beberapa yang hidup secara ektokomensalis atau
secara parasit, tubuhnya dibagi atas
segmen-segmen. Sebagian dari padanya dilengkapi dengan bulu-bulu getar,
disamping itu juga dilengkapi dengan sel-sel yang dilengkapi dengan zat mukosa
(lendir) Riwayat hidup cacing ini sangat sederhana.
Contoh : Planaria, Bipalium.
2.
Kelas Trematoda (cacing hisap)
Mempunyai 2 alat hisap, yaitu alat penghisap oral dan ventral. Hampir semua
Trematoda bersifat parasit terhadap hewan vertebrata baik secara ekto maupun
secara endoparasit. Tubuhnya tidak dilengkapi oleh epidermis maupun silia
(kecuali fase larvanya). Tubuh berbentuk seperti daun, dan dilengkapi dengan
alat penghisap. Bagian luar tubuh dilapisi kutikula
Contoh : Fasciola
hepatica, Schistosoma japonicum.
3.
Kelas Cestoda (cacing pita)
Seluruh anggota kelas ini bersifat endoparasit. Tubuh tidak dilengkapi
dengan epidermis maupun silia. Tubuh seperti pita dan pada umumnya terbagi atas
segmen-segmen. Setiap segmennya dilengkapi dengan satu perangkat alat
reproduksi yang hermafrodit. Tubuhnya
terdiri atas kepala (skolek), leher dan proglotid yang ukurannya makin
besar dan makin dewasa ke arah belakang. Makanan diperoleh dengan menyerap zat
makanan dari inangnya melalui seluruh tubuh. Contoh : Taenia
solium.
V.
ANALISIS DATA
1.
Planaria sp.
Klasifikasi menurut Hegner&Engemen (1968) :
Kingdom : Animalia
Filum : Platyhelminthes
Kelas : Turbellaria
Ordo : Tricladida
Familia : Tricladidae
Genus : Dugesia
Spesies : Planaria
sp
Planaria sp menunjukkan berbagai
perilaku sebagai respon terhadap berbagai macam rangsang yang meliputi cahaya,
sentuhan, aroma, dan rasa. Selain itu daya regenerasi Planaria sp sangat unik,
dimana planaria mampu memperbaiki bagian tubuh yang tidak sempurna
menjadi bagian yang utuh seperti semula dalam waktu yang relatif singkat
(regenerasi yang tinggi).
Planaria merupakan hewan yang hidup
bebas dengan habitat yang berbeda-beda, beragam dari perairan yang yang berarus
lambat sampai pada perairan danau dan tertutupi oleh bebatuan atau dedaunan.
Planaria merupakan organisme yang ideal untuk dipelajari karena kemampuannya
untuk belajar yang cukup tinggi. Meskipun ia hanya memiliki system saraf yang
sederhana, yakni hanya berupa ganglion-ganglion dan otak ‘primitive’ yang
terkonsentrasi pada daerah ujung anterior (kepala) (Levin, 2005). Planaria
merupakan pemakan makanan yang beraneka ragam (versatile feeder), ia juga mampu
mencari-cari dan memakan bangkai hewan lain yang telah mati.
Planaria memiliki tubuh pipih
(dorsoventral), bilateral simetri dan tidak bersegmen. Tubuh bagian dorsal
memiliki auricle (aurikula/berbentuk telinga) dan eyespot (bintik mata),
sedangkan tubuh bagian ventral terdapat mulut, pharynk, dan lubang kelamin.
Tubuh memiliki peredaran darah, anus, dan coelom. Sedangkan system sarafnya
masih sangat sederhana.
Mata
planaria disebut dengan eye spot merupakan bintik mata yang
sensitif terhadap cahaya matahari sehingga planaria lebih banyak
menghasbiskan banyak waktu di bawah bebatuan atau daun-daun. Pada kepala terdapat bagian yang mirip dengan
bentuk telinga (auricle) dipenuhi oleh banyak reseptor kimia. Menggerakan
kepala yang kesatu sisi ke sisi lain sehingga menyebabkan planaria mengetahui
atau merasakan adanya sinyal kimia (bau) yang berdifusi dari sumber makanan.
Planaria memiliki kemampuan untuk
bereproduksi secara seksual dan aseksual. Reproduksi secara seksual adalah
musiman, dan merekan merupakan hermafrodit, yakni memiliki keduanya, organ
kelamin jantan dan betina. Telur dari seekor planaria hanya bisa difertilisasi
oleh sperma dari yang lainnya. Setelah fertilisasi, di habitat alaminya, telur-telur
dan yolk dibungkus oleh lapisan lengket yang bisa melekat dibawah batu-batu.
Setelah musim kawin, organ kelamin didegenerasi dan kemudian meregenerasi
kembali saat musim kawin tiba kembali. Untuk bereproduksi secara seksual,
planaria menjalani proses yang dinamakan pembelahan melintang (transverse
fission). Tubuh planaria terbagi menjadi dua fragment di bawah
farink dan setiap porsi meregenerasi bagian tubuh yang hilang oleh jalan sel
bakal (stem cell) yang dinamakan neoblast.
2.
Fasciola hepatica
Klasifikasi menurut Hegner&Engemen (1968)
Kingdom :
Animalia
Subkingdom :
Invertebrata
Phylum : Platyhelminthes
Classis : Trematoda
Order : Digenia
Familia : Digeniadae
Genus : Fasciola
Species : Fasciola hepatica
Berdasarkan hasil
pengamatan terhadap awetan Fasciola hepatica pada mikroskop, pada awetan ini terlihat morfologi cacing
ini mulutnya terletak di sebelah anterior. Hewan ini hidup parasit dalam
kantung empedu pada biri-biri, sapi, babi, dan lain-lainnya dan kadang
ditemukan juga pada manusia. Fasciola hepatica
atau disebut juga Cacing hati merupakan anggota dari Trematoda (Platyhelminthes).
Cacing hati mempunyai ukuran panjang 2,5 – 3 cm dan lebar 1 - 1,5 cm.
Pada bagian depan
terdapat mulut meruncing yang dikelilingi oleh alat pengisap, dan ada sebuah
alat pengisap yang terdapat di sebelah ventral sedikit di belakang mulut, juga
terdapat alat kelamin. Bagian tubuhnya ditutupi oleh sisik kecil dari kutikula
sebagai pelindung tubuhnya dan membantu saat bergerak. Mulut terletak di sebelah anterior. Di sekitar mulut terdapat alat hisap.
Alat ini terdapat juga di daerah ventral.
Kedua alat itu berfungsi sebagai alat penempel pada hospes. Antara mulut
dan alat hisap ventral terdapat lubang genital sebagai jalan untuk mengeluarkan
telur.
Lubang ekskresi terletak agak dekat dengan akhir posterior. Kecuali itu
terdapat lubagng lain sebagai akhir dari saluran laurer. Sistem pencernaan sederhana, dimulai dari mulut, pharynx yang merupakan
saluran pendek, esophagus, usus yang terdiri dari dua cabang utama yang
menjulur dari anterior ke posterior sebelah-menyebelah dalam tubuh. Hewan ini
tidak memiliki system sirkulasi, maka bahan makanan diedarkan oleh pencernaan
itu sendiri. Alat hisap dilengkapi dengan otot-otot, sehingga menempel dengan
erat pada hospes.
Otot ini terusun atas 3 lapisan di bawah ektoderm : (1)lapisan luar
melingkar, (2)lapisan tengah, (3)lapisan dalam yang diagonal. System ekskresi pada Fasciola hepatica terdiri dari
pembuluh-pembuluh yang bercabang-cabang yang mengadakan anyaman-anyaman dan
sel-sel yang berbentuk seperti kantung yang disebut sel api. Pada masing-masing
tubuh terdapat beberapa pembuluh pengumpul
yang membentang longitudinal.
Tubuh Fasciola hepatica adalah triploblastik. Ektoderm tipis yang
dilapisi oleh kutikula yang berfungsi melindungi jaringan di bawahnya dari
cairan hospes. Ektoderm mengandung sisik kitin dan sel-sel tunggal
kelenjar. Endoderm melapisi saluran
pencernaan. Mesoderm merupakan jaringan yang membentuk otot, alat ekskresi, dan
saluran reproduksi. Disamping itu terdapat jaringan parenkim yang mengisi
rongga antara dinding tubuh dengan saluran pencernaan.
Alat reproduksi jantan terdiri atas : sepasang testis, dua pembuluh vas
diferensia, kantung vesiculum seminalis, saluran ejakulasi dan penis. Alat
reproduksi pada betina terdiri atas : saluran tunggal ovarium, saluran oviduct,
kelenjar pembungkus ovum, saluran vetelline, kelenjar yolk, dan uterus.
Seekor
cacing di dalam hati inang (yang biasanya hewan ternak) bisa bertelur sekitar
500.000 butir. Telur Fasciola hepatica
menuju ke usus dan mengikuti perjalanan sisa makanan bersama aliran empedu.
Kemudian keluar ke alam bebas bersama dengan kotoran (tinja). Telur yang fertil
dapat menetes apabila jatuh di tempat yang lembab atau basah, seminggu setelah menetes akan menjadi larva.
Larva ini akan berkembang serta tumbuh silia dan disebut mirasidium. Kemudian
berenang mencari tubuh siput air tawar/keong dari marga Lymnaea dengan
menggunakan silianya, siput air tawar/keong dijadikan sebagai intermedier. Mirasidium akan mati apabila selama 8 jam tidak mendapati siput. Di dalam
tubuh siput, selama 2 minggu tumbuh dan ukurannya membesar seperti kantung
disebut sporocist dan berkembang menjadi redia. Redia terus berkembang dan
berekor disebut sercaria, yang bentuknya seperti kecebong.
Dengan
ekornya kemudian keluar dari tubuh keong dan berenang menuju rumput atau
tumbuhan air lain di sekitarnya, yang kemudian menjadi sista. Jika sista
bersama rumput termakan oleh ternak, di usus akan pecah dan menghasilkan larva yang disebut metaserkaria.
Metaserkaria menembus dinding usus kemudian mengikuti peredaran darah menuju ke
hati. Akhirnya tumbuh menjadi cacing dewasa.
VI.
KESIMPULAN
1.
Platyhelminthes memiliki tubuh
yang bilateral simetris (pipih), hidup di air tawar, mulut terdapat pada bagian
ventral, memiliki bentukan seperti mata, dan mempunyai auricle.
2.
Fasciola hepatica termasuk dalam phylum
platyhelminthes.
3.
Bagian-bagian morfologi Fasciola
hepatica terdiri dari mulut, penghisap, tuhuh, dan saluran ekskresi.
4. Bentuk dari tubuh Fasciola hepatica berbentuk seperti daun yang pada bagian
anteriornya terdapat alat penghisap.
VII.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2008. Mengenal phylum
platyhelminthes. http://gurungeblog.wordpress.com (online). Diakses 10 Maret
2014.
Anonim. 2010. Karakteristik
perilaku planaria sp. http://nandito106.wordpress.com (online). Diakses 10 Maret 2014.
Anonim. 2012. Lintah. http://lintahterapi.web.id
(online). Diakses 10 Maret 2014..
Anonim.
2011. Klasifikasi platyhelminthes. http://rifkanice.blogspot.com
(online). Diakses 10 Maret 2014..
Anonim a. 2011. Msperry planaria. http://whitbytech.edu.glogster.com.
(online). Diakses 10 Maret 2014.
Halang, Bunda dkk. 2014. Penuntun
Praktikum Zoologi Invertebrata. Banjarmasin: FKIP UNLAM Banjarmasin.
Jasin,
Maskoeri. 1984. Sistematika hewan
Invertebrata dan Vertebrata. Sinar Wijaya. Surabaya.
Kastawi, dkk.
2003. Zoologi Invertebrata. Malang:Universitas
Negeri Malang
Verma, P. S. 2002. A Manual of Practical Zoology Invertebrates.
S. Chand Company Ltd. New Delhi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar